Selasa, 09 Oktober 2012

Baik Patah Hati maupun Taruhan, Keduanya Membutuhkan Sabar


Selasa malam di EKSPRESI sedang ramai. Di ruang baca sedang ada presentasi tema buku, di ruang tengah ada beberapa gelintir manusia yang sedang ngotak-atik komputer inventaris, dan di ruang tamu, ada saya, Anggun, Nia, Awal, Sofwan, Oktandi, Mbak Sari, dan Mbak Inas serta (mungkin) beberapa orang lagi yang tidak bisa saya sebutkan  sedang menertawakan nasib Ebma yang memiliki status baru, JOMBLO. Ha ha. Memang begitu nasib anak-anak EKSPRESI yang punya status baru. Dihina. Kemarin, Mas Pendi sempat diledek dengan lagu Jatinangor karna habis putus. Dan, sekarang giliran Ebma, puk puk puk ya Eb.  Tapi tenang Eb, ada hinaan abadi, Mas Jaka, ha ha (pis masnya :P)
Mbak Inas yang sebelumnya hampir mati gila karna mengerjakan proyek majalah seperti mendapat hiburan gratis dengan meng’ece’ Ebma habis-habisan. Ebma si bahan hinaan pun cuma bisa pasrah menerima nasib buruk. Akhirnya, setelah Mbak Inas pergi, dia meminjam laptop Awal untuk memutar lagu. Lagu patah hati yang dinyanyikan oleh padi, entah apa judulnya. Saya lupa, bodoh. Dengan masih mengenakan jaket salah model yang dibelikan (mungkin sudah) mantannya, Ebma menghayati lagu sambil menerima saran dari kawan-kawannya missal, “Dengerin lagu Setangah Hati aja, sini tak cariin (intinya tadi dia bilang begini, nggak tahu persisnya),” kata Awal, sok baik. Ada juga saran seperti ini, “Sini Eb, jaketnya buat aku aja,” kata Mbak Inas gembul (ups). *itu mah Mba Inas aja yang ngincar jaketnya. Sabar Eb, sebenarnya kita peduli kok, walalupun cara menunjukkan rasa pedulinya hasyu sekali.
Karna Ebma, Kita pun Terinspirasi
Setelah selesai dengan Ebma, si EKSPRESIMAN yang sedang menggalau, kami pun (saya, Awal, dan NIa) mendapat ide untuk melakukan taruhan. Seperti apa taruhannya tidak bisa dijelaskan  karena ada perjanjian kalau ini harus dirahasiakan dari orang yang belum tahu. Yah…. Begitulah pokoknya.pasti pembaca juga bingung, apa urusan patah hatinya Ebma dengan taruhan yang diselenggarakan 3 orang bocah ini? Yah, pokoknya ada hubungannya. Pembaca boleh tahu yang itu. Pokoknya baca aja tulisan ini (ngotot banget, ya?)
Sebenarnya, kalau mau dipikir-pikir, taruhan ini berdasarkan usaha Awal sendiri, kalu saya dan Nia hanya seperti motivator (bahasaku jijiki banget). Tanggat waktunya sampai Musasi angkatan kami, sampai kami akan jadi post. Tentu kalian protes, karna memang lamaaaaaaa sekali. Yah, yang namanya taruhan itu musti sabar.
Saya pun jadi ingat taruhan saya dengan Nia. Barang siapa poin IP-nya naik lebih banyak, maka dia akan menang. Taruhannya tidak sulit cuma menraktir di warung tenda FBS. Lalu, muncul usul dari Mbak Delvira, “Memang harus makanan, ya?” hmmm, Nia, kayaknya kita musti berunding.
Karna kurang merasa terpacu dengan taruhan yang jawabannya masih di Musasi dua tahun yang akan datang (atau bisa dieksekusi lebih awal. He he, pis Wal), maka dua cecunguk itu pun minta taruhan yang bisa dieksekusi dalam waktu dekat. “Siapakah PU yang kalian jagokan dalam Musasi  tahun ini?” tadinya Mas Sofwan yang alim ulama, guru TPA Kuncen yang baik tapi nek guyon tengik itu mau ikutan, tapi batal, mungkin karna dia masih teguh memegang ajaran Muhammadiyahnya. Anggun yang namanya nggak sinkron sama dirinya sendiri pun tidak jadi ikutan. Jadi, taruhan untuk Musasi besok adalah yang kalah menulis lima buah berita untuk ekspresionline.com.
Watak Penurut
Banyak sekali taruhan yang telah saya lakukan sejak menjadi mahasiswa. Dulu, saya tidak suka melakukan taruhan. Menurut saya, taruhan itu dosa, tidak berkah, karena sistemnya seperti judi. Mungkin bisa dibilang saya itu kolot. Yah, manusia bisa berubah. Apalagi pola pikirnya. Meilhat saya yang seperti itu, saya jadi ingat tulisannya Natalie Goldberg tentang orang-orang dengan watak penurut. Tapi, sekarang, saya pikir semua hal tak perlu terlalu ditaati. Begitulah. Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar