Selasa malam di EKSPRESI sedang
ramai. Di ruang baca sedang ada presentasi tema buku, di ruang tengah ada
beberapa gelintir manusia yang sedang ngotak-atik komputer inventaris, dan di
ruang tamu, ada saya, Anggun, Nia, Awal, Sofwan, Oktandi, Mbak Sari, dan Mbak
Inas serta (mungkin) beberapa orang lagi yang tidak bisa saya sebutkan sedang menertawakan nasib Ebma yang memiliki
status baru, JOMBLO. Ha ha. Memang begitu nasib anak-anak EKSPRESI yang punya
status baru. Dihina. Kemarin, Mas Pendi sempat diledek dengan lagu Jatinangor
karna habis putus. Dan, sekarang giliran Ebma, puk puk puk ya Eb. Tapi tenang Eb, ada hinaan abadi, Mas Jaka, ha
ha (pis masnya :P)
Mbak Inas yang sebelumnya hampir mati
gila karna mengerjakan proyek majalah seperti mendapat hiburan gratis dengan
meng’ece’ Ebma habis-habisan. Ebma si bahan hinaan pun cuma bisa pasrah
menerima nasib buruk. Akhirnya, setelah Mbak Inas pergi, dia meminjam laptop
Awal untuk memutar lagu. Lagu patah hati yang dinyanyikan oleh padi, entah apa
judulnya. Saya lupa, bodoh. Dengan masih mengenakan jaket salah model yang
dibelikan (mungkin sudah) mantannya, Ebma menghayati lagu sambil menerima saran
dari kawan-kawannya missal, “Dengerin lagu Setangah Hati aja, sini tak cariin
(intinya tadi dia bilang begini, nggak tahu persisnya),” kata Awal, sok baik. Ada
juga saran seperti ini, “Sini Eb, jaketnya buat aku aja,” kata Mbak Inas gembul
(ups). *itu mah Mba Inas aja yang ngincar jaketnya. Sabar Eb, sebenarnya kita
peduli kok, walalupun cara menunjukkan rasa pedulinya hasyu sekali.
Karna Ebma, Kita pun Terinspirasi
Setelah selesai dengan Ebma, si EKSPRESIMAN
yang sedang menggalau, kami pun (saya, Awal, dan NIa) mendapat ide untuk
melakukan taruhan. Seperti apa taruhannya tidak bisa dijelaskan karena ada perjanjian kalau ini harus
dirahasiakan dari orang yang belum tahu. Yah…. Begitulah pokoknya.pasti pembaca
juga bingung, apa urusan patah hatinya Ebma dengan taruhan yang diselenggarakan
3 orang bocah ini? Yah, pokoknya ada hubungannya. Pembaca boleh tahu yang itu. Pokoknya
baca aja tulisan ini (ngotot banget, ya?)
Sebenarnya, kalau mau
dipikir-pikir, taruhan ini berdasarkan usaha Awal sendiri, kalu saya dan Nia
hanya seperti motivator (bahasaku jijiki banget). Tanggat waktunya sampai
Musasi angkatan kami, sampai kami akan jadi post. Tentu kalian protes, karna
memang lamaaaaaaa sekali. Yah, yang namanya taruhan itu musti sabar.
Saya pun jadi ingat taruhan saya
dengan Nia. Barang siapa poin IP-nya naik lebih banyak, maka dia akan menang. Taruhannya
tidak sulit cuma menraktir di warung tenda FBS. Lalu, muncul usul dari Mbak
Delvira, “Memang harus makanan, ya?” hmmm, Nia, kayaknya kita musti berunding.
Karna kurang merasa terpacu dengan
taruhan yang jawabannya masih di Musasi dua tahun yang akan datang (atau bisa
dieksekusi lebih awal. He he, pis Wal), maka dua cecunguk itu pun minta taruhan
yang bisa dieksekusi dalam waktu dekat. “Siapakah PU yang kalian jagokan dalam
Musasi tahun ini?” tadinya Mas Sofwan
yang alim ulama, guru TPA Kuncen yang baik tapi nek guyon tengik itu mau
ikutan, tapi batal, mungkin karna dia masih teguh memegang ajaran
Muhammadiyahnya. Anggun yang namanya nggak sinkron sama dirinya sendiri pun
tidak jadi ikutan. Jadi, taruhan untuk Musasi besok adalah yang kalah menulis
lima buah berita untuk ekspresionline.com.
Watak Penurut
Banyak sekali taruhan yang telah
saya lakukan sejak menjadi mahasiswa. Dulu, saya tidak suka melakukan taruhan. Menurut
saya, taruhan itu dosa, tidak berkah, karena sistemnya seperti judi. Mungkin bisa
dibilang saya itu kolot. Yah, manusia bisa berubah. Apalagi pola pikirnya. Meilhat
saya yang seperti itu, saya jadi ingat tulisannya Natalie Goldberg tentang
orang-orang dengan watak penurut. Tapi, sekarang, saya pikir semua hal tak
perlu terlalu ditaati. Begitulah. Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar