Selasa, 23 Juli 2013

Hak yang Melanggar Hak

Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti diskusi rutin Gender Institute dengan tema “Feminisme Liberal”. Feminisme yang percaya bahwa perempuan dapat menaikkan posisi mereka dalam keluarga dan masyarakat melalui kombinasi antara inisiatif dan prestasi individu. Makanya, mereka memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang setara. Selain di bidang pendidikan, feminisme liberal memperjuangkan hak perempuan untuk  mendapatkan kelayakan di tempat kerja, hak pilih, juga hak atas tubuhnya.
Saya bukan seorang feminis, saya hanya sedikit belajar teori feminis dan saya sepakat kalau laki-laki dan perempuan mampu setara, bukan sama. Setara yang berarti perempuan memiliki hak untuk mengembangkan potensi diri sebagai perempuan. Ada hal lain lagi yang saya sepakati dari perjuangan feminisme, yakni hak perempuan atas tubuhnya. Perempuan berhak mengatur tubuhnya sendiri tanpa ada tekanan dari pihak lain, misalnya kewajiban untuk menyunat klitoris perempuan di Afrika, RUU Pornografi yang akhirnya menjadikan perempuan sebagai kriminal, atau Perda Syariat yang melarang perempuan duduk ngangkang saat naik motor. Dua hal terakhir kemudian malah membuat perempuan menjadi kambing hitam saat terjadi pelecehan. Saya pikir cara berpenampilan merupakan kebebasan dan cara manusia, baik laki-laki maupun perempuan untuk  mengekspresikan dirinya, jadi kalau ada yang menjadikan penampilan sebagai kambing hitam dari sebuah tindakan kriminal saya tidak sepakat. Namun, ada juga hal yang tidak saya sepakati dalam perjuangan feminisme, yakni hak untuk aborsi. Di Amerika Serikat, hak untuk aborsi diperjuangkan dengan mempertahankan hukum yang memberikan hak untuk aborsi secara legal (Pasal VII Civil Right Act).