Waktu saya kelas 3 SD saya pernah
merasa sangat malas untuk berangkat sekolah. Berangkat sekolah menjadi semacam
mimpi buruk yang hadir tanpa mata perlu terpejam. Ya, saya pernah mengalami
masa di mana saya sangat benci berangkat sekolah, perjalanan dari rumah ke
sekolah rasanya seperti melewati jembatan Shirotol mustaqim, kepeleset
sedikit saja langsung apes yang saya terima. Penyebab dari takutnya saya
berangkat ke sekolah karena di sana saya sering mengalami hal buruk, seperti dikatain
atau pensil diambil pas jam istirahat. Gara-gara kejahilan teman sekelas saya
itu ujung-ujungnya saya jadi kayak kebo yang cuma bisa melongo pas
pelajaran karna nggak bisa nulis. Yah, mau gimana lagi? Pensil saya
satu-satunya sudah diambil. Lain hari, mengantisipasi itu saya bawa dua pensil,
yang satu saya taruh di sela-sela buku, yang lain saya taruh di kotak pensil.
Saat jam istirahat berakhir, saya sudah tenang-tenang saja karena yakin trik
saya akan berhasil. Namun, rupanya pensil saya dua-duanya diambil juga. Saya
pun mewujud kebo lagi, melongo saat pelajaran berlangsung. Akhirnya, saya tidak pernah lagi meninggalkan
pensil saya di kelas dan saya sakuin terus.
Tak hanya itu, saya juga pernah
dianggurin oleh teman sekelas. Seharian penuh saya di sekolah tanpa teman yang
kemudian membuat saya terlihat seperti alien dari planet zog. Kebetulan dari SD
saya sudah punya penyakit mag. Dan penyakit inilah penolong saya, karna
seringkali saya jadikan kambing hitam untuk tidak berangkat sekolah. Tak hanya
dari teman sekelas, saya juga pernah sebel setengah mati dengan guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) saya. Guru PAI saya ini pernah bicara secara frontal di kelas
kalau ibu saya sombong. Katanya setiap hari kalau menjemput saya ibu tidak
pernah menyapa si ibu guru PAI itu. Saya hanya diam di kelas, bete? Iyalah,
jelas. Orang sampai di rumah saya nangis diam-diam di ruang tengah sambil
nyetel TV keras-keras supaya ibu di dapur tidak mendengar suara saya mewek.
Saking sebelnya saya tulis di buku mapelnya PAI dengan huruf P diganti T.
Sampai sekarang, saya nggak ada suka-sukanya sama pelajaran agama.